Freeport Menyebutkan Kerugian Negara Rp185 Triliun Bukanlah Temuan BPK
Freeport Menyebutkan Kerugian Negara Rp185 Triliun Bukanlah Temuan BPK. Transaksi divestasi saham PT Freeport Indonesia belum bisa dilakukan
sampai isu lingkungan diselesaikan. Alasannya, pendanaan yang diajukan
PT Indonesia Asahan Alumunium ke perbankan internasional belum bisa cair
sebelum seluruh persoalan antara Pemerintah dan Freeport, termasuk isu
lingkungan, selesai.
Direktur Eksekutif PT Freeport Indonesia Tony Wenas mengakui, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melakukan audit ke lapangan terkait isu lingkungan. Dari hasil audit itu ada delapan rekomendasi yang diberikan BPK kepada PT Freeport Indonesia.
Namun untuk nilai kerugian negara sebesar Rp185 triliun yang ditudingkan sebagai kerusakan ekosistem akibat pembuangan limbah dari operasional penambangan Freeport diklaim bukan temuan BPK.
“Rp185 triliun itu adanya di alasan dilakukannya audit, yaitu berdasarkan itungan dari IPB dan pembukaan lahan dari satelit Lapan. Jadi bukan audit dari BPK. Itu menurut kami bukan temuan BPK yang direkomendasikan kepada kami,” kata Tony usai rapat di gedung DPR RI, Rabu 17 Oktober 2018.
Saat ditanya apakah nilai kerugian Rp185 triliun hanya riset, Tony justru mempersilahkan awak media untuk membaca laporan BPK. “Dibaca aja laporan BPK-nya, kalau dibaca laporan BPK-nya kan jelas terlihat , rekomendasinya untuk kami ada 8,” katanya.
Menurut dia, pihaknya sudah melakukan seluruh kegiatan penambangan sesuai dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Berbagai izin pun disebut sudah dikantongi.
“Izin gubernur penggunaan sungai untuk tailing, ada izin Bupati Mimika tahun 2005, dan juga SK 431 dan saat dilakukan audit masih tetap berlaku dari tahun 2008,” ujarnya.
Apakah angka Rp185 triliun itu layak disebut sebagai kerugian negara, Tony mengaku tak tahu. Ia meminta menanyakan langsung kepada pihak Institut Pertanian Bogor (IPB) yang melakukan penelitian.
“Jangan tanya ke saya, saya juga enggak tahu, mungkin itu dihitung, karena yang bikin IPB, jadi bisa tanyakan ke IPB. Tapi itu bukan temuan audit, dan tidak direkomendasikan kepada kita,” paparnya.
Direktur Eksekutif PT Freeport Indonesia Tony Wenas mengakui, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melakukan audit ke lapangan terkait isu lingkungan. Dari hasil audit itu ada delapan rekomendasi yang diberikan BPK kepada PT Freeport Indonesia.
Namun untuk nilai kerugian negara sebesar Rp185 triliun yang ditudingkan sebagai kerusakan ekosistem akibat pembuangan limbah dari operasional penambangan Freeport diklaim bukan temuan BPK.
“Rp185 triliun itu adanya di alasan dilakukannya audit, yaitu berdasarkan itungan dari IPB dan pembukaan lahan dari satelit Lapan. Jadi bukan audit dari BPK. Itu menurut kami bukan temuan BPK yang direkomendasikan kepada kami,” kata Tony usai rapat di gedung DPR RI, Rabu 17 Oktober 2018.
Saat ditanya apakah nilai kerugian Rp185 triliun hanya riset, Tony justru mempersilahkan awak media untuk membaca laporan BPK. “Dibaca aja laporan BPK-nya, kalau dibaca laporan BPK-nya kan jelas terlihat , rekomendasinya untuk kami ada 8,” katanya.
Menurut dia, pihaknya sudah melakukan seluruh kegiatan penambangan sesuai dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Berbagai izin pun disebut sudah dikantongi.
“Izin gubernur penggunaan sungai untuk tailing, ada izin Bupati Mimika tahun 2005, dan juga SK 431 dan saat dilakukan audit masih tetap berlaku dari tahun 2008,” ujarnya.
Apakah angka Rp185 triliun itu layak disebut sebagai kerugian negara, Tony mengaku tak tahu. Ia meminta menanyakan langsung kepada pihak Institut Pertanian Bogor (IPB) yang melakukan penelitian.
“Jangan tanya ke saya, saya juga enggak tahu, mungkin itu dihitung, karena yang bikin IPB, jadi bisa tanyakan ke IPB. Tapi itu bukan temuan audit, dan tidak direkomendasikan kepada kita,” paparnya.
Komentar
Posting Komentar